Charlie’s Angels 2019 – New Angels

Charlie’s Angels 2019 – New Angels – Cukup sulit untuk mengatakan Charlie’s Angels adalah film yang bagus. Faktanya, film yang digarap rumah produksi Columbia Pictures ini tergolong tak ada yang spesial meski sudah berganti pemeran.

Sejatinya, film ini masih sama dengan serial Charlie’s Angels (1976-1981) dan film Charlie’s Angels (2000) dan Charlie’s Angels: Full Throttle (2003). Semuanya mengisahkan tiga spionase wanita. poker 99

Kali ini, tiga wanita tersebut adalah Sabina Wilson (Kristen Stewart), Elena Houghlin (Naomi Scott) dan Jane Kano (Ella Balinska). Mereka harus menggagalkan produksi sebuah alat yang bisa membahayakan manusia.

Charlie’s Angels 2019 – New Angels

Sebenarnya cerita itu menarik. Tapi sayang ide itu tidak dieksekusi dengan baik, dan naskah film ini tampak belum benar-benar matang. www.americannamedaycalendar.com

Hal itu terbukti dari banyak perpindahan adegan yang kaku dan terasa memaksa. Satu adegan belum rampung tapi sudah berpindah ke adegan lain, kemudian kembali ke adegan sebelumnya.

Salah satunya ketika Wilson, Elena dan Jane membahas misi ke Istanbul dengan Bosley yang diperankan Elizabeth Banks. Di tengah pembahasan misi yang asik, adegan malah berpindah sehingga terasa tak tuntas.

Pada adegan tersebut juga ada bukti naskah yang belum matang, yaitu dialog yang tidak penting antara Sabina dengan Jane mengenai pengalaman di Istanbul. Akan lebih baik kalau adegan itu tidak ada. Dialog yang tidak penting seperti itu juga terjadi di banyak adegan lain.

Bukti lain bahwa naskah belum matang adalah kemunculan beberapa adegan yang tidak penting dan terasa memaksakan. Salah satunya ketika Sabina dan Jane melakukan foto box sebelum beraksi.

Adegan itu sama sekali tidak berguna. Nampaknya adegan itu hanya dibuat agar film yang disutradarai Elizabeth Banks menjadi film laga dengan bumbu komedi. Tapi sayangnya usaha itu gagal.

Kekurangan lain dalam film ini adalah efek visual yang sangat buruk untuk kelas produksi internasional. Hal itu terlihat ketika Sabina naik helikopter setelah misi selesai.

Dari segi cerita, secara tidak langsung film ini berkaitan dengan Charlie’s Angels (2000) dan Charlie’s Angels: Full Throttle (2003). Ada adegan yang menampilkan foto Natalie Cook (Cameron Diaz), Dylan Sanders (Drew Barrymore) dan Alex Munday (Lucy Liu).

Selain itu ada juga adegan yang membahas sejarah Charlie’s Angels, di mana ada salah satu agen yang membelot. Agen tersebut adalah Madison Lee (Demi Moore) yang diceritakan dalam film Charlie’s Angels: Full Throttle (2003).

Akantetapi dari segi adegan laga, film ini lebih menarik dibanding film-film Charlie’s Angels sebelumnya. Adegan baku hantam lebih variatif karena turut menggunakan senjata api dan senjata tajam, tidak hanya tangan kosong.

Kemampuan akting Stewart, Scott dan Baliskan tidak perlu diragukan lagi. Namun sedikit catatan untuk Kristen Stewart, aksinya sebagai agen yang bengal belum bisa menandingi Drew Barrymore.

Kelebihan lain dalam Charlie’s Angels adalah beberapa dialog membahas kesetaraan gender, yang menekankan wanita tidak bisa dipandang sebelah mata dan bisa melakukan berbagai hal yang dilakukan pria.

P L O T

Adalah Elena (Naomi Scott), seorang ilmuwan muda yang sedang mengerjakan sebuah proyek teknologi senjata rahasia,- datang pada para Angel’s. Menurut Elena, teknologi yang sedang dikerjakannya berpotensi digunakan sebagai senjata berbahaya.

Guna melindungi Elena dari segala kemungkinan yang terjadi, Angels Sabina (Kristen Stewart) dan Jane (Ella Balinska) sepakat mengambil langkah berbahaya, dengan menjadikan Elena salah satu dari mereka. Tentunya, dengan taruhan nyawa Elena itu sendiri yang tidak memiliki keahlian agensi apapun.

Towsend Agency tempat para Angels bernaung sendiri, awalnya hanya sebuah perusaahan yang menawarkan jasa invetigasi pribadi. Namun seiring waktu, berubah menjadi bada intelejen swasta kelas internasional.

Charlie’s Angels 2019 – New Angels

Bahu membahu, mereka berjuang untuk menghentikan proyek sekalipun nyawa mereka sendiri terancam. Tentunya, dengan gaya menyamar khas Charlie’s Angel yang sering kali meresikokan diri mereka sendiri.

Karakter

Setiap angels dikisahkan memiliki keahlian khusus masing – masing walaupun semuanya bisa saling bertukar peran. Mulai dari menggunakan senjata api paling moderen, hingga menerbangkan pesawat tempur.

Seperti yang sudah – sudah, para Angels divisualisasikan sebagai karakter wanita yang tangguh. Tak jarang film menampilkan adegan pelecehan hingga tindak kekerasan pada wanita. Sekalipun pada akhirnya para Angels bisa mengatasi semuanya.

Yang agak berbeda adalah, mengganti sang penghubung antara Angels dan Mr Charlie. Dimana sebelumnya, digambarkan sebagai seorang lelaki. Namun kini, Mrs. Bosley yang dipercaya Mr. Charlie mengelola Towsend Agency, diperankan oleh seorang wanita. Sang sutradara langsung.

Saya melihat, nampaknya Elizabeth Banks ingin menjadikan semua wanita pada versi reboot kali ini, lebih dominan. Walaupun Kristen Stewart saya lihat dibuat lebih kelelaki-lelakian.

CAST

Para Angels diceritakan juga sebagai sosok yang bisa berubah sifat secara dramatis. Dari pribadi periang dan humoris, menjadi sosok yang jago berkelahi dan kejam.

Versi tersukses Charlie’s Angel sendiri menurut saya adalah yang rilis tahun 2000 dengan pemeran Drew Barrymore, Cameron Diaz dan Lucy Liu. Walau Liu kala itu, terhitung tampil tak terlalu seksi, demi tujuan mengalihkan perhatian penjahat.

Di film Charlie’s Angel 2019 kali ini, nampak sekali Kristen dan Ella mendapat porsi yang jauh lebih banyak untuk melanjutkan karakter seorang Angels. Sedang Naomi, tidak mengikuti jejak Liu sebagai karakter Angels ketiga, tapi Ia diseting tampil lebih smart dan elegan dibanding Sabina dan Jane.

Tapi secara keseluruhan, ketiganya berhasil menghadirkan sosok Angels yang diciptakan di era baby boomer, kembali disukai oleh para milenial bahkan generasi Z,- dengan seting dialog dan candaan yang lebih kekinian.

Audio Visual

Adegan jual beli tembakan dan adegan berkelahi jarak dekat yang sering kali di buat slow-motion, masih dipertahankan di Versi 2019 ini. Namun bedanya, kali ini sang sutradara tidak terlalu mengumbar sudut – sudut seksi. Mungkin karena pengalaman diversi sebelumnya yang mana, jadi langganan screen-capture para pria.

Ketiga karakter jelas sekali sering digantikan oleh stunt-man. Namun pihak studio saya lihat sangat piawai memanfaatkan teknologi editing visual moderen, menjadi transisi yang menutup semua adegan yang mungkin akan terlihat aneh.

Audio mulai dari suara tembakan, ledakan, backsound dan dialog di tata sangat apik. Secara general, saya akui penataan visual dan audio film Charlie’s Angel 2019 ini patut diberi 5 jempol.

Unique

Dua (2) film Charlie’s Angels sebelumnya saya lihat cukup sukses, walau masih jauh dari predikat masterpiece. Dan tradisi menghidupkan kembali para Angels yang periang, menghibur dan penuh aksi berhasil di lanjutkan film ini.

Dipusaran negatif yang dilontarkan untuk film ini, saya melihat keputusan Colombia Pictures menyetujui ide Banks menjadikan wanita mendominasi film ini, sangat tepat. Selain meningkatkan elektabilitas seorang Angels, pencitraan untuk Towsend Agency seperti sengaja dibangun untuk melahirkan cerita – cerita baru di masa depan. Entahlah.

Frozen 2 : Mengungkap Kekuatan Elsa

Frozen 2  : Mengungkap Kekuatan Elsa – Setelah enam tahun setelah seri pertama, kisah petualangan kakak beradik Elsa dan Anna berlanjut lewat film Frozen 2.

Masih diarahkan sutradara Jennifer Lee dan Chris Buck, kisah ini dibuat dengan latar musim gugur, tiga tahun setelah kejadian dalam seri yang pertama kali dirilis pada 2013 silam. poker99

Perkembangan masing-masing karakter cukup kentara seiring pertumbuhan diri mereka. Dengan cerita yang lebih kompleks, Frozen 2 berhasil dikemas menjadi sebuah sekuel yang memenuhi ekspektasi dan menghibur. https://www.americannamedaycalendar.com/

Sepeninggal kepergian ayah dan ibunya, Elsa (disuarakan Idina Menzel) dan Anna (Kristen Bell) kini hidup ditemani si boneka salju Olaf (Josh Gad) serta Kristoff (Jonathan Groff) dan si rusa kutub Sven di Istana Arendelle.

Frozen 2  : Mengungkap Kekuatan Elsa

Kisah dibuka dengan ingatan masa lalu Elsa akan kenangan bersama ayah dan ibunya kala diceritakan tentang hutan ajaib yang menghilang.

Hingga suatu kali, Elsa mendengar suara yang ia duga berkaitan dengan misteri keberadaan hutan ajaib. Dia terus dihantui sampai kemudian berusaha menelusuri sumber asal suara tersebut.

Namun, upaya Elsa justru menjadi petaka. Ia malah membangkitkan roh-roh dari hutan ajaib yang marah sampai kehidupan di Arendelle pun terancam kembali karenanya.

Merasa menjadi penyebab masalah, Elsa memutuskan mencari jalan menuju hutan ajaib demi menyelamatkan Arendelle seorang diri.

Namun, aksi itu dicegah oleh sang adik, Anna yang tak mau lagi kehilangan Elsa. Mereka pun akhirnya pergi bersama, ditemani Olaf, Kristoff, dan Sven.

Dalam perjalanan tersebut, Elsa tak hanya menelusuri akar permasalahan yang terjadi antara Arendelle dan hutan ajaib. Namun ia juga menemukan penyebab yang sesungguhnya atas kematian orangtua mereka sampai sumber kekuatan yang dimiliki.

Lika-liku perjalanan dalam Frozen 2 bukan hanya menguak misteri yang tak terjawab di seri pertamanya, tapi juga menjadi sebuah gambaran proses pendewasaan dan pencarian jati diri dari masing-masing karakter.

Olaf contohnya. Ia dengan polos merasa gelisah saat berpikir akan tumbuh dewasa. Ia menganggap menjadi dewasa membuat hal-hal magis tak lagi masuk akal.

Elsa menjadi pribadi yang lebih percaya diri atas segala tindakan yang dilakukan. Seiring berjalannya waktu, dia berusaha memahami situasi dan mengendalikan diri terlebih dahulu dalam menghadapi masalah.

Namun yang paling utama, Elsa pada akhirnya bisa menerima perbedaan dalam diri dengan kekuatan yang dimiliki.

Sementara Anna, ia terlihat cukup berlebihan di awal karena ketakutan akan sikap sang kakak yang merasa bisa mengatasi sendiri segala sesuatu.

Namun, kali ini dia juga digambarkan mampu mempertimbangkan dampak saat menentukan sikap dan keputusan.

Pribadi karakter-karakter utama itu pun terbentuk atas peristiwa-peristiwa yang telah mereka lalui. Penonton, khususnya penonton Frozen pertama, seolah juga ikut diajak tumbuh berkembang bersama karakter dalam film tersebut.

Bila diperhatikan seksama, pola alur cerita yang ditawarkan Frozen 2 tak jauh berbeda dari pendahulunya. Hal itu cukup terlihat pada penempatan adegan musikal hingga proses Elsa berganti gaun.

Namun yang perlu digarisbawahi, film ini disuguhkan dalam kemasan yang lebih segar.

Frozen 2  : Mengungkap Kekuatan Elsa

Tingkah dan humor Olaf sukses menjadi daya tarik utama, bahkan bisa dikatakan lebih menghibur dari yang pertama.

Soal animasi dan sinematografi sudah tak diragukan. Gambar-gambar cantik memanjakan mata sepanjang film. Gaun Elsa di sekuel ini pun menjadi sorotan tersendiri.

Belum lagi, lagu-lagu tema yang tak kalah membekas dan memiliki ‘kekuatan’ seperti seri pertamanya. Ragam genre musik pun menjadi warna baru yang ditawarkan sekuel ini.

Secara umum, Frozen 2 jadi sebuah sekuel yang membuat hati riang dan mampu membuat penonton menikmati setiap hal magis yang tersuguh.

Frozen 2 menjadi hiburan yang sayang untuk dilewatkan bersama keluarga. Meski cerita terasa lebih ke proses pendewasaan diri, tapi tampaknya sekuel ini masih bisa diterima dan dinikmati oleh penonton anak-anak.

Terdapat beberapa tambahan karakter yang membuat jalan cerita Frozen 2 lebih berwarna.

Siapa saja karakter baru di Frozen 2?

1. Queen Iduna & King Agnarr

Orangtua dari

Elsa dan Anna, Ratu Iduna & Raja Agnarr, memang muncul di film pertama, tapi hanya sepintas. Pada Frozen 2, mereka berdua akan lebih terekspos, menjelaskan kenapa mereka enggan menyemangati Elsa untuk melatih kekuatan sihirnya. Ayah dari Raja Agnar, Runeard, adalah sosok yang tak percaya sihir. Dengan cara tragis, Runeard terbunuh dalam pertarungan di hutan yang ditinggali bangsa matahari Northuldra.

Raja Agnarr yang saat itu masih 14 tahun diselamatkan oleh sosok misterius dan akan terungkap di Frozen 2.

2. Yelena

Hutan Ajaib menjadi tempat yang terisolasi selama beberapa dekade. Ketika Anna, Elsa dan Kristoff masuk ke Hutan Ajaib, mereka bertemu suku yang masih bertahan hidup di dalam Hutan Ajaib. Yelena merupakan ketua suku tersebut dan awalnya sangat marah terhadap Elsa karena membangunkan roh-roh karena keberadaan Elsa.

3. Honeymaren & Ryder Nattura

Honeymaren & Ryder Nattura merupakan orang Northuldra yang membantu Elsa mencapai tujuannya. Honeymaren adalah gadis yang pemberani dan membantu Elsa dengan petunjuk dari syal milik Iduna.

Saudara Honeymaren, Ryder, dengan cepat membaur dan berteman dengan Kristoff karena mereka berdua sama-sama menyukai rusa kutub.

4. Letnan Mattias

Letnan Mattias merupakan pengawal pribadi Raja Agnarr yang terperangkap di Hutan Ajaib sejak tertutup kabut puluhan tahun silam. Dia tidak memahami kenapa tiba-tiba terjadi pertempuran dan bersyukur saat tahu Raja Agnarr berhasil keluar dengan selamat. Mattias mempercayai bahwa Northuldra adalah pihak yang menyebabkan peperangan dan masih belum bisa memaafkan mereka.

5. Makhluk mistis

Para roh terbangun di Hutan Ajaib, dengan wujud yang berbeda-beda. Yang paling menonjol adalah Nokk, energi misterius yang menyerang Elsa di Laut Hitam. Nokk sesungguhnya berasal dari legenda Jerman dan dikenal sebagai siren yang memikat orang menuju kematian mereka sendiri.

Roh api, sosok bernama “Bruni” yang meninggalkan api di jejaknya dan berhasil ditangkap dan dijinakkan Elsa. Roh angin, yang diberi nama Olaf “Gale”, adalah energi yang tak bisa diprediksi dan cukup ceria. Dia bisa memindahkan air dan es untuk memutar kembali momen-momen di masa lalu. Makhluk yang amat kepo adalah Earth Giants, yang jika siang hari tidur di pinggir sungai dan berjalan-jalan saat malam hari.

Kelima sosok tokoh baru di Frozen 2 di atas mungkin cukup untuk membuatmu tergelitik menonton Frozen 2 di bioskop. Siap-siap nyanyi Into the Unknown?

Rumor bermunculan bagai hujan salju…

Sejak sekuel diumumkan, banyak spekulasi muncul secara online. Salah satu rumor yang sangat menarik adalah bahwa Elsa akan tertarik terhadap perempuan. Tentu saja para pembuat film belum mengkonfirmasi hal ini.

Akantetapi, asisten sutradara Jennifer Lee, mengatakan dalam sebuah wawancara bahwa ia senang dengan semua yang dikatakan dan dipikirkan orang terhadap film Frozen 2.

“Elsa merupakan karakter luar biasa yang dapat memengaruhi banyak orang,” ujarnya menambahkan.

Film ‘Avengers: Endgame’, Fakta Menarik di Balik Layar

Film ‘Avengers: Endgame’, Fakta Menarik di Balik Layar – Avengers: Endgame terbukti sangat sukses sebagai film terlaris sepanjang masa, bahkan sudah melewati Avatar yang merajai Box Office selama hampir satu dekade penuh. Tentunya hal ini tidak akan tercapai jika tanpa hasil kulminasi selama 10 tahun lebih.

Pada dasarnya, Avengers: Endgame ini pun memiliki tingkat kesulitan yang tinggi dalam memutuskan hal kreatif di dalamnya. Apalagi, mereka harus menjaga rahasia rapat-rapat karena Infinity War meninggalkan ceritanya yang menggantungkan penonton. pokerasia

Dalam proses produksinya pun, Endgame memiliki cerita yang menarik di dalamnya. Berikut 12 fakta menarik Behind-The-Scenes dari Avengers: Endgame

1. Adegan Snap Tony Stark

Dalam proses pengerjaan di pasca-produksi, Endgame terbilang harus bekerja keras menyelesaikan seluruh efek digital sebelum filmnya rilis.

Film 'Avengers: Endgame', Fakta Menarik di Balik Layar

Bahkan, 2 minggu menjelang World Premiere, Endgame masih harus menyelesaikan bagian efek di satu adegan lagi, yaitu ketika Tony Stark menggunakan Infinity Gauntlet melakukan snap. Kita harus berterima kasih kepada WETA Digital yang mengerjakan seluruh efek visualnya hingga minggu-minggu terakhir menjelang perilisannya. www.mrchensjackson.com

2. Robert Downey Jr. hanya satu-satunya orang yang membaca penuh naskah film ini

Ada banyak rahasia yang harus disimpan ketika membuat Endgame. Hanya beberapa orang penting saja yang boleh melihat penuh naskah dari Endgame. Semua aktor yang terlibat di film ini hanya diberikan naskah untuk bagiannya saja.

Menariknya, hanya Robert Downey Jr. yang diizinkan membaca penuh naskah film ini. Bayangkan, ia harus menjaga rahasia ini dari seluruh kolega kerjanya dari proses produksi hingga film ini rilis yang memakan waktu sekitar 2 tahun lebih.

3. Penulis skenario mulai menulis Infinity War dan Endgame sejak pembuatan film Civil War

Christopher Markus dan Stephen McFeely selaku penulis skenario dari Infinity War dan Endgame ini sudah mulai mengerjakannya sejak Russo Brothers mengerjakan Civil War. Mereka berdua perlu beberapa kali merombak ulang skenarionya, memasukkan dan mengeluarkan beberapa ide, serta mencocokan dengan film yang akan dirilis menjelang kedua film tersebut. Mereka berdua sampai mendapatkan bantuan tambahan dari Eric Pearson

4. Ada sekitar 60 halaman penuh ide untuk Infinity War dan Endgame

Dalam proses brainstorming, Kevin Feige diberikan setumpuk 60 halaman ide yang bisa dimasukan ke dalam kedua film tersebut oleh duo penulis Infinity War dan Endgame. Entah apa saja ide yang ditolak oleh Kevin Feige, sejauh ini mereka hanya membocorkan ide Hulk keluar dari Hulkbuster, Thor melawan ular naga, Doctor Strange dan Living Tribunal, Red Skull dan Captain America, serta potensi memasukkan arc House of M.

5. Akting Tony Stark mengunyah terkadang diimprovisasi

Kalau kalian perhatikan secara detail, Tony Stark terkadang sering terlihat sedang mengunyah sesuatu di mulutnya. Hal ini terjadi karena Robert Downey Jr. sering mengambil camilan untuk dimakan bahkan hingga terbawa ke dalam lokasi syuting.

Itulah bagaimana kita dapat sering melihat Tony Stark mengunyah makanan di sepanjang Endgame. Lebih lagi, adegan Tony Stark menawarkan makanan kepada Steve dan Natasha merupakan improvisasinya.

6. Beberapa aktor syuting Avengers: Endgame bersamaan dengan film lainnya

Untuk membuat film dengan bertabur bintang besar yang banyak, kesulitan yang paling utama adalah mengatur jadwal syutingnya. Karena itu, beberapa aktor seperti Paul Rudd harus syuting 2 film secara bersamaan. Bayangkan ia harus menghafalkan 2 skenario yang berbeda dalam satu waktu? Sulit rasanya dapat membuat film seperti ini lagi dalam waktu dekat.

7. ‘I Love You 3000’ diciptakan oleh anak Robert Downey Jr.

Masih ingat dengan line ‘I Love You 3000’ yang diucapkan oleh Morgan Stark? Pada awalnya line tersebut adalah ‘I Love You Tons’, namun ketika Robert Downey Jr. menceritakan kepada sang sutradara kalau anaknya mengucapkan ‘I Love You 3000’ ke dirinya, mereka merasa line ini lebih manis. Sejak itulah, mereka memutuskan untuk mengucapkan line tersebut.

8. Deleted scenes Tony Stark bertemu dengan Morgan Stark remaja

Masih tentang Morgan Stark, pada awalnya Tony Stark dipersiapkan untuk adegan dirinya berada di dalam Soul Stone seperti Thanos ketika menjentikan jarinya dengan Infinity Gauntlet. Adegan tersebut terpaksa dihapus karena beberapa alasan.

Film 'Avengers: Endgame', Fakta Menarik di Balik Layar

Adegan ini menghadirkan Katherine Langford sebagai Morgan Stark remaja yang memberitahu ayahnya kalau tidak masalah jika ia tidak selamat kali ini. Adegan ini bisa kalian tonton secara resmi lewat Disney+ di bagian bonus features.

9. Natalie Portman tidak pernah syuting Avengers: Endgame

Salah satu hal mengejutkan di Avengers: Endgame adalah cameo dari Natalie Portman sebagai Jane Foster. Padahal, Natalie Portman dulu pernah bilang kalau dirinya tidak ingin bergabung di dalam MCU.

Tapi, ia muncul sekilas ketika Rocket Racoon ingin mengambil Infinity Stone dari dalam tubuhnya. Ternyata, kemunculannya tersebut diambil dari footage yang ada di Thor: The Dark World. Natalie Portman tidak pernah menginjakkan kakinya sama sekali ke lokasi syuting Endgame.

Namun, Natalie Portman harus menjilat ludahnya sendiri karena ia akan tetap kembali untuk film Thor: Love and Thunder di fase keempat MCU.

10. WETA Digital berperan besar dalam adegan ‘Female Avengers’

Membuat film merupakan kerja kolektif antar divisi satu sama lain. Terkadang banyak sekali ide yang dilemparkan dalam pembuatannya. Tidak semua ide tersebut dilakukan, tapi ada beberapa ide yang sutradara sukai dan melakukannya.

Adegan ‘Female Avengers’ tersebut bisa terjadi atas peran besar WETA Digital. Walaupun Russo Brothers sudah melakukan syuting adegan tersebut, hingga Februari 2019, sekuens untuk adegan tersebut belom diproses.

Russo Brothers pun meminta WETA Digital untuk bisa menyelesaikan adegan ini karena perusahaan yang biasanya mengerjakan ini sudah beranjak ke proyek lain.

11. Film ini melibatkan 1400 Visual Effect Artist dan menghabiskan 16 minggu untuk membuat sekuens Final Battle

Adegan yang begitu memorable pada Endgame terletak pada klimaksnya, yaitu Final Battle dengan Thanos. Final Battle tersebut melibatkan ratusan karakter Marvel yang bertarung satu sama lain.

Untuk bisa memasukkan ratusan karakter di dalamnya, tentunya perlu banyak orang yang bisa terlibat dalam pengerjaan spesial efeknya. Perlu sekitar 4 bulan dan 1400 Visual Effect Artist untuk membuat adegan ini dapat bisa dinikmati para penonton.

12. Avengers: Endgame merupakan film Marvel pertama yang menyertakan karakter dari Serial Televisi Marvel

Ada banyak serial Marvel yang berjalan secara serial, tapi itu semua tidak dianggap oleh MCU kecuali Disney+ yang akan hadir sebentar lagi. Serial televisi yang paling mendekati dengan cerita MCU adalah Agents of S.H.I.E.L.D dan Agent Carter.

Namun, Endgame hanya menyertakan satu karakter dari Agent Carter, yaitu James D’Arcy Edwin Jarvis, butler dari Howard Stark yang muncul sekilas ketika Tony Stark berbincang dengan ayahnya di masa lalu.

“Captain Marvel” : Bukan Sekadar Penyambung Kisah MCU

“Captain Marvel” : Bukan Sekadar Penyambung Kisah MCU – Berbicara mengenai film Captain Marvel, sejatinya di dunia maya terbagi menjadi dua kubu. Ada yang benar-benar ingin menyaksikan karena fans sejati Marvel maupun MCU (Marvel Cinematic Universe), namun ada juga yang tak terlalu peduli terhadap kehadirannya. Dan penyebabnya pun ternyata cukup klasik.

Kehadiran Captain Marvel yang berdekatan dengan film tentpole lain milik Marvel Studios, Avengers: End Game, menjadi sebab banyak orang berpikir tentang perlu tidaknya film ini ditonton sebelum Avengers: End Game. Mirip kala kemunculan Black Panther di tahun lalu yang berdekatan dengan Avengers: Infinity War. Kala itu juga banyak yang menanyakan perihal penting tidaknya menyaksikan Black Panther. poker asia

"Captain Marvel" : Bukan Sekadar Penyambung Kisah MCU

Akantetapi Captain Marvel yang dirilis di Indonesia sejak Rabu lalu, 6 Maret 2018, pada akhirnya tetap menyapa para fans setia MCU serta tak lupa para penonton kasual yang tertarik dengan hype-nya di media sosial. Pilihan pun jatuh di tangan penonton apakah tetap harus menyaksikan film ini atau tidak. https://www.mrchensjackson.com/

Dan pada tulisan ini, semoga bisa sedikit mencerahkan pembaca mengenai perihal perlu tidaknya menyaksikan film ini. Let’s go

Sinopsis

Captain Marvel merupakan kisah Captain Marvel alias Carol Danvers (Brie Larson) atau disebut juga Vers di planet Kree, yang sedang menjalani pelatihan sebagai pejuang bangsa tersebut. Pertolongan oleh mentornya, Yon-Rogg (Jude Law), Vers tak hanya melatih kekuatan fisiknya, namun juga melatih menahan kekuatan besar yang ada dalam dirinya agar tak membahayakan orang lain.

Dalam sebuah misi penyerangan ke planet Skrull, secara tak sengaja membuat Vers jatuh ke bumi. Kehadirannya pun sontak menarik perhatian dua agen S.H.I.E.L.D, Nick Fury (Samuel L.Jackson) dan Phil Coulson (Clark Gregg). Apalagi kehadiran Vers juga diikuti dengan kehadiran beberapa bangsa Skrull yang ikut jatuh ke bumi.

Akantetapi kedatangan Vers ke bumi ternyata tak hanya membuka banyak tabir yang selama ini tertutup. Melibihi daripada itu, Vers menemukan potongan-potongan ingatan yang selama ini hanya berkelebat di antara mimpi-mimpinya.

Vers menyadari bahwa kekuatan yang dimilikinya lebih dari sekadar foton blast andalannya. Kekuatannya juga kelak berfungsi sebagai harapan dalam mendatangkan keseimbangan hidup antar galaksi. Kini, pilihan untuk menjadi pahlawan sepenuhnya ada di tangan Carol Danvers.

Lebih dari Sekadar Penyambung Kisah MCU

Harapan untuk menyaksikan sambungan kisah MCU tentu bukanlah sebuah harapan yang salah kala kita memutuskan untuk menyaksikan Captain Marvel. Selain dikarenakan film ini menjadi jawaban akan misteri pager berlogo Captain Marvel pada after credit scene Avengers: Infinity War, perkenalan akan sosok Captain Marvel yang konon akan menjadi sosok penggantinya Captain America pada fase MCU berikutnya, menjadi sebab mengapa film ini cukup ditunggu.

Namun kenyataanya, apa yang ditampilkan dalam film ini lebih dari sekadar penyambung kisah MCU. Captain Marvel mengutamakan filmnya pada sebuah origin story sekaligus memperkenalkan film superhero wanita pertama dalam semesta MCU. Captain Marvel dapat dikatakan menjadi film yang mampu berdiri sendiri dan justru menjadi semacam origin story atas kemunculan Avengers Initiative kelak.

Tentu saja cukup sukses jika berbicara tentang film ini sebagai origin story, karena storyline-nya sendiri memang tak kalah kokoh dibandingkan origin story lain dalam semesta MCU semisal Captain America: The First Avenger ataupun Iron Man. Akantetapi sebagai film penyambung semesta MCU, nyatanya film ini tidak berjalan terlalu spesial. Yaa, hanya sekadar melengkapi kepingan puzzle yang belum lengkap semisal pada film Avengers serta Guardian of The Galaxy.

Film itu juga cukup sukses dalam menampilkan pahlawan wanita MCU, dengan tak lupa membawa kritikan seputar isu rasial dan perbedaan gender yang sedang hangat dibicarakan. Ya, film tersebut menampilkan tema girl power yang begitu dominan, meskipun pesannya tak sekuat yang disampaikan film superhero wanita lain semisal Wonder Woman.totally-turkish.comFilm itu juga cukup sukses dalam menampilkan pahlawan wanita MCU, dengan tak lupa membawa kritikan seputar isu rasial dan perbedaan gender yang sedang hangat dibicarakan. Ya, film tersebut menampilkan tema girl power yang begitu dominan, meskipun pesannya tak sekuat yang disampaikan film superhero wanita lain semisal Wonder Woman.

Kental Nuansa 90-an

Berlatar tahun 1995 tentu membuat film ini kaya akan referensi pop culture tahun 90-an. Toko jual dan sewa video yang hype di era tersebut, pager, telepon umum dan busana khas 90-an, menjadi contoh beberapa nuansa 90-an yang sangat kental dan mampu membangun nostalgia kembali.

Tidak hanya itu, dari segi soundtrack pun film ini turut memasukkan deretan lagu yang hype di era tersebut. Give to Fly dan Release milik Pearl Jam, All Star-nya Smash Mouth, hingga Connection milik band britpop Elastica, menjadi beberapa soundtrack yang menghiasi film ini. Lumayan segar dan tentunya menambah deretan film Marvel bersoundtrack menarik setelah dua installment GOTG, Iron Man dan Thor: Ragnarok.

Scoring dalam adegan yang cukup menegangkan pun dibuat cukup unik di film ini. Mirip seperti nuansa film-film aksi era 90-an yang sering diperankan Steven Seagal ataupun Bruce Willis. Cukup elektronik namun kental juga nuansa musik alternatif serta grunge nya.

Referensi Star Wars yang Cukup Mencolok

Jika anda penggemar saga Star Wars, pasti tidak asing melihat beberapa adegan di film ini nampak mengambil referensi dari film Star Wars. Adegan yaitu kejar-kejaran menggunakan pesawat dan sosok Ronan The Accuser yang berdiri di dalam pesawat menatap planet, menjadi contoh betapa adegan-adegan tersebut nampak terinspirasi dari beberapa adegan dari 8 seri Star Wars. Entah disengaja atau tidak, yang pasti adegan tersebut menambah seru jalan cerita Captain Marvel.

"Captain Marvel" : Bukan Sekadar Penyambung Kisah MCU

Dan juga ditambah dengan scoring garapan Pinar Toprak yang nuansanya identik dengan scoring ciri khas John Williams, semakin menjadikan adegan pertempuran dalam film ini kental bernuansa Star Wars. Pinar Toprak sendiri sebelumnya juga menggarap scoring untuk film Justice League. Dan harus diakui, karyanya memang luar biasa.

Ajang Pamer Teknologi CGI Marvel Studios

Bukanlah Marvel Studios namanya jika film-filmnya tidak dibumbui dengan CGI yang aduhai. Captain Marvel juga menjadi ajang pamer terbaru bagi Marvel Studios.

Tidak hanya CGI pada adegan pertarungan ataupun visualisasi angkasa luar, namun juga pada penampilan Nick Fury dan Agent Coulson yang mampu ditampilkan lebih muda sesuai usia asli si pemeran di tahun 1995.

Perihal itu disebabkan Marvel Studios mulai mampu menghasilkan teknologi de-aging mutakhirnya setelah ujicoba memudakan wajah karakter pertama kalinya sukses dilakukan kepada Robert Downey Jr. dalam film Captain America: Civil War serta Kurt Russel di film Guardian of The Galaxy Vol.2.

Jadi jangan sampai heran ketika kita dibuat tercengang akan penampilan Samuel L.Jackson di film ini yang mirip dengan penampilannya pada film Die Hard: With a Vengeance(1995). Salut buat tim efek visual Marvel Studios.

Penutup

Menjadi film yang bertujuan menjadi semacam welcome drink bagi kehadiran si raksasa Avengers:End Game, Captain Marvel jelas sudah menjalankan tugasnya dengan sangat baik.

Bukan sekedar berperan sebagai film penyambung, namun juga sebagai film yang mengedepankan origin story yang cukup kuat sebagai pijakan bagi fase MCU selanjutnya. Memang, biarpun memang film ini belum berhasil menampilkan kekuatan Captain Marvel yang konon begitu luar biasa, hingga mampu menjadikannya kandidat terkuat penghancur Thanos di film End Game nanti.

Kekurangan film ini datang dari segi sinematografi yang nampak standar khas film Marvel. Di beberapa adegan penting yang seharusnya bisa lebih dramatis ataupun mengundang crowd pleaser pun nyatanya juga tak tereksekusi dengan baik. Begitupun juga beberapa pesan tentang kemanusiaan dan girl power yang tak tersampaikan dengan cukup kuat meskipun tidak bisa dibilang buruk juga.

Pada akhirnya film ini bisa dibilang cukup penting agar bisa menikmati pengalaman maksimal dalam menonton Avengers: End Game kelak. Namun apabila anda bukan tipikal penonton yang harus menonton setiap film MCU dan ingin langsung skip ke End Game pun tidak masalah. Dikarenakan film ini memang lebih berfokus ke origin story dibanding sambungan langsung layaknya Captain America: Civil War.

Seengganya melalui film ini kita diperkenalkan pada asal-usul program Avengers Initiative milik S.H.I.E.L.D. Juga tidak lupa, terhibur dengan aksi Goose si kucing yang menggemaskan.

“Annabelle Comes Home”, Pondasi Conjuring

“Annabelle Comes Home”, Pondasi Conjuring – Sebuah film yaitu Annabelle tahun 2014 sempat menjadi film spin-off yang lumayan ditunggu waktu itu sebab masih masuk dalam euforia The Conjuring yang dirilis setahun sebelumnya. Meskipun pada pada akhirnya mendapat kritikan negatif, Annabelle nyatanya menjadi pemain penting dalam semesta Conjuring berkat pundi-pundi yang sukses diraih sebesar 300 Juta-an USD hanya bersama budget sebesar 6,5 Juta USD.

Sekuelnya pun mulai dirilis setahun setelah The Conjuring 2(2016), Annabelle: Creation, kemudian memperbaiki kualitas filmnya menjadi lebih fun dan menyeramkan, hingga mendapat pujian dari para kritikus. Bahkan selain itu Creation kemudian juga menjadi tren penggunaan lonceng tradisional di film-film horor yang muncul kemudian, termasuk di Indonesia. idnpoker

"Annabelle Comes Home", Pondasi Conjuring

Dengan budget yang meningkat 2 kali lipat dari film pertamanya, Annabelle: Creation juga masih meraih perolehan raksasa dengan nilai yang tak jauh beda dari film pertamanya. www.benchwarmerscoffee.com

Keberhasilan FilmAnnabelle juga nyatanya menuntun spin-off Conjuring lain yang juga begitu diantisipasi yaitu The Nun(2018) dan The Curse of La Llorona(2019). Namun daripada itu disayangkan, ke dua film berikut diakui cukup mengecewakan berasal dari segi kualitas (padahal saya pribadi bahagia bersama dengan La Llorona), biarpun masih mempertahankan unsur kengerian khas semesta Conjuring. 

Dan tak lupa, masing-masing film tersebut juga memperoleh pendapatan raksasa yaitu sebesar 350 Juta USD dan 121 Juta USD dengan budget masing-masing hanya sebesar 22 Juta USD dan 9 Juta USD.

Lantas, film Annabelle pun kemudian melanjutkan petualangannya di tahun ini lewat Anabelle Comes Home yang nyatanya memiliki kualitas cukup baik. Bahkan Comes Home seakan “menyelamatkan” wajah semesta Conjuring sehabis 2 film di awalnya dianggap cukup mengecewakan.

Sinopsis

Hal yang menjadikan Anabelle Comes Home begitu mengasyikkan untuk ditonton adalah karena film ini menyajikan sebuah petualangan seru bak di dalam rumah hantu. Sederhana penyajiannya karena hanya berkutat di satu rumah saja.

Kisah Annabelle Comes Home membawa Anda kembali untuk mengingat sebuah kejadian penting dalam film The Conjuring dan sempat di mention kembali pada film Annabelle. ialah tentang bagaimanakah si boneka Annabelle terkutuk itu diceritakan dibawa ke rumah Ed (Patrick Wilson) dan Lorraine Warren(Vera Farmiga) untuk menghindari gangguan yang lebih membahayakan lagi.

Tertutup pada baian dalam kotak kaca yang sudah diberkati oleh pendeta, boneka Annabelle yang berisi kekuatan jahat nan kuat itu pun aman di dalam ruang artifak Warren, asal tak ada yang membukanya. Tetapi ketika Ed dan Lorraine pergi meninggalkan sang anak yang masih berusia 10 tahun, Judy(McKenna Grace), bersama babysitternya, Marry Ellen(Madison Iseman), semua kedamaian itu pun berubah.

Datangnya sahabat Marry Ellen, Daniela(Katie Sarife), ke rumah keluarga Warren kemudian menjadi pangkal dari segala masalah yang muncul. Rasa ingin tahu seputar dunia astral pada akhirnya menuntunnya pada tindakan ceroboh yang merugikan di dalam ruang artifak keluarga Warren yang dipenuhi oleh berbagai roh jahat.

Maka bukan hanya melepaskan iblis kuat dalam rumah tersebut, rumah keluarga Warren pun kini bagaikan rumah berhantu yang siap meneror di tiap sudutnya. Dan boneka Annabelle menjadi kunci penting atas kejadian supranatural yang begitu mengerikan tersebut.

Petualangan 1 Setengah Jam yang Seru

Melihat Annabelle Comes Home tak ubahnya memasuki wahana rumah hantu yang seru dan mendebarkan. Begitu menyenangkan untuk disaksikan dikarenakan plotnya yang cukup sederhana dan tak bertele-tele.

30 menit pertama film ini lebih difokuskan kepada pembentukan karakter Judy, Marry Ellen dan Daniela. Dengan Ed dan Lorraine yang hanya muncul sesaat, untuk sekadar menegaskan posisi sentralnya dalam semesta Conjuring. Dan 60 menit sisanya kemudian diperuntukkan untuk pembangunan nuansa teror sedikit demi sedikit.

Ya, dengan cerdasnya sutradara Gary Dauberman (penulis naskah The Nun, Annabelle: Creation) membangun nuansa terornya dengan sabar, mulai dari yang paling ringan hingga puncak teror yang menjadi klimaks di akhir kisah, alih-alih membombardirnya sedari awal. Deretan jumpscare memang masih muncul, namun tak begitu sering layaknya The Curse of La Llorona misalnya.

Dengan gaya penceritaan teror yang cenderung slow pace, efek samping film ini memang jadi nampak kurang menyeramkan. Akantetapi pembangunan suasana mencekam secara bertahap itulah yang membuat suasana creepy dan tak nyaman di sepanjang film mampu terbangun apik. Ya, mungkin mirip-mirip dengan apa yang dibangun dalam Insidious.

"Annabelle Comes Home", Pondasi Conjuring

Namun, banyaknya hantu yang muncul menyebabkan peran Annabelle cukup terabaikan di film ini. Kemunculannya bisa dibilang hanya di awal dan akhir, dengan pertengahan kisahnya justru diisi oleh berbagai hantu lain yang bergantian muncul. Annabelle justru menghilang sesaat di filmnya sendiri.

Hal ini bukan hanya membuat jalan cerita utamanya jadi sedikit terabaikan, namun juga menghilangkan esensi judul Annabelle itu sendiri. Namun, layaknya Annabelle yang memang pada awal film dijelaskan sebagai mercusuar bagi hantu-hantu kuat lain untuk datang mengelilingi, nampaknya boneka tersebut memang hanya dituntut untuk “berperan” seperti itu.

Paduan antara debut penyutradaraan Gary Dauberman dengan pemain lama di semesta conjuring yaitu Michael Burgess di sisi sinematografi dan Joseph Bisara di departemen musik, tentu saja membawa andil besar dalam membangun suasana keseluruhan film ini.

Masihlah memberikan nuansa yang sama berkat tone film dan scoring khas semesta Conjuring, berbagai teror mencekamnya lantas dipadukan dengan berbagai gimmick 70-an garapan production designer Jennifer Spence yang fun dan artistik. 1 setengah jam film ini begitu seru untuk diikuti.

Spin-off yang Memperkuat Pondasi Semesta Conjuring

Bulan ini sejatinya kita disuguhi 2 film spin-off yang sama-sama memiliki basis fans yang cukup besar yaitu MIB: International(baca disini) dan Anabelle Comes Home. Akan tetapi bedanya, MIB cenderung menjadi spin-off yang sekaligus ingin melepaskan diri dari bayang-bayang duet Tommy Lee Jones dan Will Smith.

Sementara begitu,  Anabelle justru menjadi semacam pondasi yang semakin mengokohkan semesta Conjuring, lengkap dengan berbagai konflik dan karakter yang memungkinkannya untuk dibuat ragam penceritaan baru di masa depan.

Seengganya ada 2 hal yang memungkinkan pengembangan kisah semesta Conjuring ke depannya. Yaitu karakter utama manusianya dan tentu saja deretan hantu yang muncul di sepanjang film.

Tidaklah seperti Annabelle 1 dan 2 yang mengeksploitasi peran si boneka terkutuk sebagai main character, dalam film ini Annabelle memang hanya menjadi pondasi bagi kelanjutan semesta Conjuring di masa depan.

Seperti halnya mercusuar yang sudah dijelaskan di awal, Annabelle Comes Home memang menjadi titik temu bagi hantu-hantu lain yang memang baru diceritakan ala kadarnya di film ini. Intinya muncul dulu saja hantunya di film ini, detail latar belakangnya nanti belakangan. Mungkin kurang lebih seperti itu.

Ferryman, Hellhound, Maryville Cemetery, The Bride, hingga Devil yang menyerupai Lucifer merupakan beberapa hantu yang muncul dan memungkinkan untuk dibuatkan spin-off ke depannya. Belum lagi artifak-artifak antik dari berbagai negara seperti Samurai Jepang, yang mungkin akan menjadi strategi bisnis baru bagi WB dan New Line Cinema untuk merambah ke kisah urband legend lintas benua.

Strategi yang cukup cerdas bukan?

Penutup

Sebagai film yang membawa nama besar franchise horor terpopuler saat ini, Annabelle Comes Home pada dasarnya sudah berjalan dalam trek yang tepat. Tak hanya membawa kisah baru petualangan si boneka terkutuk, namun juga mengokohkan pondasi semesta Conjuring sekaligus mengenalkan berbagai karakter hantu baru yang berpotensi menjadi film horor laris di masa depan.

Memang film ini menurunkan kadar horornya sehingga nampak tak begitu menyeramkan, namun nyatanya film ini tak mengurangi sensasi seru dan mengasyikkan dari sebuah film horor, berkat dinamika konflik yang dibangun apik serta efek kejut yang mampu disajikan dengan cukup efektif. Ya,  meskipun berbagai tindakan bodoh khas film horor masih dipertahankan.

Bagaimana, tertarik menyaksikan? Annabelle Comes Home sudah bisa disaksikan di bioskop-bioskop kesayangan Anda.

Spider-Man: Far From Home, Nuansa Avengers

Spider-Man: Far From Home, Nuansa Avengers – Film yang paling ditunggu oleh para penikmat Marvel Cinematic Universe akhirnya pun tayang di bioskop pada tanggal 3 Juli 2019. Di Indonesia, film ini sudah ditayangkan secara terbatas dan perdana melalui special Screening satu hari sebelumnya. Seperti apa review film Spider-Man: Far From Home?

Premis film Spider-Man: Far From Home berkisah pada Peter Parker Tom Holland) tak lagi terlalu banyak bicara. Biasanya, apa aja dikomentarin. Bahkan, untuk hal-hal yang sepele sekalipun. Ia kini lebih kalem. Sedikit pendiam. Bahkan terkesan seperti canggung. Ia bukan lagi remaja yang sama setelah pertarungan di markas Avengers. idn poker

Spider-Man: Far From Home, Nuansa Avengers

Tak hanya tentang Tony Stark (Robert Dwoney. Jr), sang mentor. Ia juga seperti kehilangan naluri laba-labanya. Peter Parker butuh waktu untuk menerima semua itu. Ia rehat sejenak. Beruntung bahwa acara kelasnya yang hanya tersisa beberapa murid sedang berencana untuk melakukan tur ke kota Venice, Italia. https://www.benchwarmerscoffee.com/

Misinya hanya satu yaitu, ia ingin mengucapkan rasa sayangnya untuk MJ (Zendaya). Niat hati untuk rehat sejenak, tiba-tiba saja Nick Fury (Samuel L. Jackson) membajak liburannya. Ada hal penting yang harus dihadapi. Diam-diam Nick Fury masih bekerja selayaknya mata-mata meskipun tak lagi menyandang status sebagai petinggi S.H.I.E.L.D. Plus tak ada kejelasan nasib Avengers setelah pertempuran melawan Thanos.

Apa yang sebenarnya sedang terjadi? Misteri apa yang sedang diselidiki Nick Fury? Kenapa ia membutuhkan Peter Parker atau sosok Spider-Man? Lalu, siapa sebenanya Mysterio? Benarkah ia datang dari dunia paralel dan menjadi bagian dari sosok superhero di masa depan? Apakah latar belakang sosok Mysterio sama persis seperti yang diceritakan pada komik?

Film Spider-Man: Far From Home punya sentuhan yang baru. Tidak seperti film solonya, atau cerita superhero Avengers solo lannya. Film ini beigtu kuat dengan nuansa Avengers. Tayang, mulai tanggal 3 Juli 2019 di bioskop, kamu bisa beli tiket nontonnya di BookMyShow.

Spider-Man Bernuansa Avengers

Apa yang disajikan film ini memang sudah dibocorkan sebagaian akhir dari fase ketiga Marvel Cinematic Universe. Penutup dari pasukan Avengers. Nuansa Avengers begitu kuat di dalam film ini. Beberapa karakter Avengers lainnya menjadi bagian dari cerita ini. Siapa saja? Aapabila kamu teliti, akan melihat bagaimana semua momen-momen terbaik Avengers dan Marvel Cinematic Universe ada di film ini.

Kami tidak akan membocorkan detilnya di sini. Namun, scoring film ini begitu terasa Avengers. Mungkin memang tidak sama persis, namun nada-nada yang sudah digubah tetap saja menggambarkan bagaimana film ini dipengaruhi oleh cerita-cerita Avengers. Masih lebih banyak lagi yang lainnya membuat film Spider-Man: Far From Home begitu kental dengan nuansa Avengers.

“Dipaksakan”. Ini mungkin kesan yang didapat setelah menonton hampir separuh film ini. Maklum saja, film ini sudah jadi bagian dari Marvel Cinematic Universe. Tapi, itu bagus. Tak ada jalan cerita yang njlimet. Sangat relevan dengan bagian cerita komik Spider-Man. Ditambah, cerita yang lebih segar setelah digubah dalam runutan film-film Marvel Cinematic Universe.

Semua penonton yang hadir di screening film ini menikmatinya. Semuanya enjoy. Tertawa ketika melihat ulah Peter Parker yang masih berhadapan dengan hal-hal konyol seperti teman-temannya. Ikut terharu ketika ia begitu tersudut setelah kematian Tony Stark.

Bertepuk tangan ketika ia dilengkapi dengan peralatan teknologi canggih yang benar-benar baru. Ah, iya ada lagu rock klasik pengiring momen ini. Pasti Anda ingat siapa karakter superhero Avengers yang akrab dengan lagu-lagu rock klasik ini.

Semuanya mengalir dengan gaya yang santai. Seluruhnya menjadi perekat antara momen-momen masa lalu Avengers dan apa yang akan terjadi dalam dunia Marvel Cinematic Universe di masa depan.

Spider-Man dan Teknologi Keren

Film ini begitu kekinian. Sebuah pola pengenalan dengan teknologi tinggi adalah bagian penting dari film ini. Lihat saja seperti apa perlengkapan-perlengkapan berteknologi tinggi sebelumnya sudah ada di film-film Avengers, juga hadir di Spider-Man: Far From Home.

Spider-Man: Far From Home, Nuansa Avengers

Salah satunya sudah BookMyShow ungkapkan melalui kacamata yang dikenakan Peter Parker di dalam trailer filmnya beberapa waktu yang lalu. Kacamata ini dikembangkan oleh Tony Stark ketika ia masih hidup. Cuma kacamata? Tentu saja tidak.

Sisanya? Jika kamu sudah memainkan game Spider-Man di PlayStation 4, pasti tahu dengan bentuk kostum baru si manusia laba-laba dan semuanya diciptakan melalui teknologi baru.

Ada banyak teknologi-teknologi keren lainnya. Bahkan, Mysterio. Mampu memainkan ilusi kekuatannya dengan menggunakan teknologinya. Pertanyaannya, apakah teknologi ini datang dari dia sendiri atau dari orang lain? Pertanyaan yang hanya bisa kamu jawab dengan menonton kembali beberapa film Avengers. Salah satunya adalah Civil War. Apakah ada teknologi A.I (Artificial Intelegence) seperti Jarvis atau Friday di film ini? Jawabannya, ada.

Memainkan Twist

Semua trailer dibuat semenarik mungkin. Membuat orang penasaran, begitu juga dengan Spider-Man: Far From Home. Trailer yang menguatkan teori bahwa jentikan jari Iron Man membuka dunia baru yang terhubung dengan semesta lain.

Benar, ada semesta baru di sini. Semesta yang memang masih terjadi di bumi. Semesta masa depan Marvel Cinematic Universe. Twist ini dimainkan dengan nyaris sempurna. Hampir semua yang menduga ternyata salah. Jawaban benarnya?

Tak semuanya sempurna. Tom Holland belum terlalu baik menunjukkan sisi sedihnya yang begitu kuat ketika kehilangan sang mentor. Untung masih ada Samuel L. Jackson dan Jon Favreau (Happy Hogan) yang mampu membalikkan semua itu. Kedua karakter ini lebih konyol dibandingkan ketika memerankan karakter yang sama, namun di film-film yang terhubung dengan Marvel Cinematic Universe.

Lalu, bagaimana dengan Jake Gyllenhaal sebagai Mysterio. Cukup. Tidak terlalu garang dan benar-benar misterius. Walaupun sebenarnya, Jake Gyllenhaal bisa lebih ‘galak’ lagi, menghubungkan dirinya dengan dunia Avengers dan tentu saja Spider-Man.

Happy Hogan

Nama Happy Hogan memang tidak terllau populer. Ia hanyalah sistem keamanan Tony Stark dalam bentuk fisik. Pun, ia tak mewakili selayaknya seorang prajurit. Sutradara film Iron Man dan Iron Man 2, Jon Favreau adalah pemerannya.

Penampilannya pun di film-film Iron Man tidak terlalu banyak. Ia sudah tampil di Spider-Man: Homecoming. Sekali lagi, sebagai cameo saja. Pun di Avengers: Endgame. Tetapi, di film Spider-Man: Far From Home, porsinya lebih besar.

Perannya pun tak ubahnya seperti asisten pribadi Tony Stark. Hanya saja, kali ini ia tak lagi bekerjasama dengan Tony Stark. Happy Hogan adalah penghubung baru dan sebenarnya karakter penting yang menghubungkan bagainama Marvel Cinematic Universe fase ketiga dan mungkin saja keempat akan terhubung.

Ada post-credit scene. Jadi, jangan beranjak dari kursi kamu begitu film ini selesai. Pastikan untuk bertahan sebentar saja. Memastikan apa yang akan terjadi di unia Marvel Cinematic Universe di masa depan.